0 Comment
Foto: ShutterstockFoto: Shutterstock

Jakarta - Direktur Eksekuti INDEF Enny Sri Hartati menuturkan konsep awal mula pembangunan Batam untuk menyaingi Singapura sebagai sentra bisnis. Untuk mencapai itu maka Batam harusnya menjadi zona perdagangan bebas atau Free Trade Zone (FTZ) di Indonesia, bukan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), apalagi ex-officio.

Tapi bila rumor yang berkembang terlaksana mengakibatkan BP Batam dikelola oleh Walikota atau menjadi ex-officio yang ramai diberitakan belakangan ini. Tentu saja memupuskan impian kita semua Batam bisa menyaingi Singapura apalagi melampauinya.

"Kalau melihat potensi Batam harusnya bisa lampaui Singapura," tutur Enny, menyerupai pada keterangannya di Jakarta, Senin (14/01/2019).

Itu bisa dilihat setidaknya ada 60.000 pertahun Vessel melintasi selat Philips yang berada diantara Pualu Batam dan Pulau Singapura. Volume trafiknya tiga kali volume trafik Terusan Panama dan lebih dari dua kali volume trafik Terusan Suez.

Dari sekitar 200 Vessel dan 150 tanker perhari yang kemudian lalang ada sekitar 72% Tanker melalui jalur Selat Philips dan sisanya 28% via Selat Makasar dan Selat Lombok. Sementara, perputaran uang di Selat Malaka dan Selat Philips berkisar antara US$84 miliar sd US$250 miliar per tahun. Selain itu, Batam merupakan wilayah terdepan / perbatasan negara. Sangat strategis baik secara militer, ekonomi dan politik.

"Batam dan wilayah sekitarnya ialah "buffer zone" Negara Indonesia," ujarnya.

Untuk itu, melihat peta wilayah yang pribadi berbatasan dengan negara-negara tetangga, maka pengelolaan ruang laut, darat, dan udara di wilayah Batam dan pulau lainnya harus di bawah pengawasan dan pengendalian pribadi pemerintah pusat.

"Kita ingin bersaing dengan negara lain, yang terdekat dengan Batam seprti Singapura. Tapi, wewenangnya di perkecil yang hanya dikelola oleh Pemerintah Daerah (Pemda)," ucapnya.


Oleh karenanya, Jika ingin bersaing dengan negara tetangga, maka penting mempertahankan batam menjadi Free Trade Zone (FTZ)." Wilayah ekonomi di Batam sudah jadi, tinggal ditambah sedikit saja. Dengan begitu mamp menggaet lebih banyak investor. Bukan sebaliknya, malah dikerdilkan, dengan mempersempit ruang geraknya," tuturnya.

Disamping itu, FTZ Batam berada di wilayah depan perbatasan negara yang bersaing secara head-to-head dengan FTZ di negara lain. Makara FTZ Batamharus mempunyai fleksibilitas dan kecepatan proses produksi yang tinggi.

Hal ini hanya bisa dilakukan bila FTZ Batam mempunyai kemandirian dalam mengatur dirinya dengan tetap mengakomodir kepentingan domestik menyerupai mengikutsertakan pelaku perjuangan UMKM dalam rantai produksinya. "Negara tetangga sudah mengimplemntasikan FTZ dan banyak berhasil, bukannya kita saingi mereka dengan kepastian regulasi, peraturan yang mengikat, ketersediaan Iahan , akomodasi infrastruktur yang menunjang sampai insentif," paparnya.

Untuk itu, pemerintah dituntut menjaga konsistensi kebijakan dan peraturan mengingat ini sangat penting bagi penciptaan iklim perjuangan yangg berkesinambungan dan menjaga dogma (trustworthiness) para pelaku perjuangan internasional terhadap dapat dipercaya bangsa Indonesia. "Tidak tidak mungkin bila pemerintah sentra konsisten dalam mengelola Batam, maka Batam bisa jauh melebihi Singapura," ta

Post a Comment

 
Top