Jakarta - Inggris berencana untuk keluar dari Uni Eropa dalam waktu beberapa bulan kemudian. Namun ketika ini masih terjadi perundingan antara dewan legislatif dan Perdana Menteri Inggris, Theresa May.
Mengutip CNN, Rabu (16/1/2019), anggota dewan legislatif Inggris dibutuhkan menolak keras komitmen pemisahan diri ini. Pemisahan disebut-sebut akan mensugesti kondisi perekonomian negara, ibarat nilai tukar mata uang.
Analis dari CMC Markets, Jochen Stanzl menjelaskan pound dapat melemah ke kisaran US$ 1,24. Memang, mata uang ini terus merosot dan menjelang pemungutan bunyi pound sudah mendekati US$ 1,27.
Sementara itu berdasarkan analis seni administrasi Societe Generale, Kit Juckes menjelaskan ketika ini masih ada 'pelindung' untuk pound. Apabila perundingan May tidak disetujui, itu memungkinkan Brexit ditunda atau dibatalkan.
Namun kondisi menjelang pemungutan bunyi memang sulit diprediksi. Menurut beliau semua perundingan dapat hancur jikalau banyak sekali fraksi di dewan legislatif berusaha mengendalikan Brexit.
Memang Inggris akan pergi dari Uni Eropa pada Maret 2019. Namun banyak kabar yang mewarnai proses ini contohnya Inggris keluar tanpa kesepakatan, lalu referendum kedua atau runtuhnya pemerintahan May. Lalu juga ada spekulasi yang menyebut bahwa Brexit akan tertunda.
Kondisi ini merupakan tantangan berat untuk pedagang mata uang. Pasalnya nilai tukar dapat bergerak liar.
"Sulit sekali memprediksi apa yang akan terjadi. Semua kemungkinan dapat terjadi," kata seorang pedagang berjulukan Stanzl dikutip dari CNN, Rabu (16/1/2019).
Analis pasar uang di Inggris menyebut, kepastian terkait Brexit sangat penting bagi pergerakan pound. Capital Economics memprediksi pound dapat naik ke kisaran US$ 1,45 pada 2020 jikalau komitmen yang diajukan May disetujui. Namun pound juga dapat jatuh sejatuh-jatuhnya ke posisi US$ 1,12.
Baca juga: Brexit Bikin Ekonomi Inggris Lesu |
Post a Comment