0 Comment
Kisah Sutopo Purwo Nugroho melawan kanker sanggup jadi inspirasi. (Foto: Roshma Widiyani/detikHealth) Kisah Sutopo Purwo Nugroho melawan kanker sanggup jadi inspirasi. (Foto: Roshma Widiyani/detikHealth)

Jakarta - Setahun menjalani pengobatan, penyintas kanker paru Sutopo Purwo Nugroho mulai mengetahui aksara penyakitnya. Sel kanker stadium IV yang bersarang di tubuhnya ternyata bahagia diajak ngobrol. Tak heran bila Sutopo kerap mengajak ngobrol sel kankernya, terutama dikala rasa sakit menyerang.

"Saya selalu bilang, kankerku jangan sakiti aku. Kita sama-sama makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Silahkan tetap ada di dalam tubuhku, mungkin kau memang ditugasi biar saya selalu ingat beribadah, mendekatkan diri padaNya, dan mengurangi dosa. Aku berterima kasih sudah diingatkan, tapi tolong jangan sakiti saya. Tetap di situ saja dan jangan menyebar," kata Sutopo yang juga menjabat sebagai Kepala Pusat Data dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada detikHealth.

Menurut Sutopo, rasa sakit yang mendera tubuhnya sanggup hilang usai ngobrol dengan sel kanker. Metode yang sama dipakai Sutopo dikala tak sanggup tidur semalam sampai pukul tiga dini hari. Ngobrol sejauh ini lebih efektif mengatasi sakit dibanding murka atau mengeluh sepanjang waktu. Bukannya meringankan, berlaku atau berpikiran jelek justu mengintensifkan rasa sakit.

Seiring proses pengobatan, rasa sakit dan sel kanker ternyata terus menggerogoti kesehatan Sutopo. Sel kanker yang telah menyebar sampai ke tulang menyebabkan Sutopo kerap merasa ngilu, tak sanggup bangun tegak, dan jalan dengan posisi cenderung miring kiri. Meski begitu, Sutopo telah siap menjalani periode pengobatan medis selanjutnya. Hingga dikala ini, Sutopo telah menjalani 6 kemoterapi, 34 radiasi, beberapa kali CT Scan, dan tes lain untuk mengetahui kondisi kesehatan tulangnya.

"Rasa sakit ini yang bikin nggak enak. Tulang rasanya menyerupai dikerok dengan ujung paku dan dikasih api. Saya bersama-sama pakai korset untuk menjaga postur tubuh tapi saya tinggal di mobil. Untuk mengatasi rasa sakit, dokter sudah meresepkan obat tapi sudah dua hari ini tidak saya minum. Mungkin saya sudah harus naik dosis, tapi imbas sampingnya tidak nyaman misal tidak sanggup buang air besar," ujar Sutopo yang memperoleh penghargaan sebagai Inspirator Terbaik 2018 dari Persatuan Dokter Paru Indonesia (PDPI).

Sutopo dikala mendapatkan penghargaan dari PDPI.Sutopo dikala mendapatkan penghargaan dari PDPI. Foto: Roshma Widiyani/detikHealth




Selain merasa ngilu, Sutopo juga mengalami penurunan berat tubuh sampai 20 kilogram. Saat ini bobot Sutopo hanya 68 kilogram dari yang sebelumnya 88 kilogram. Rasa mual usai kemoterapi dan imbas pengobatan lain telah sukses mencuri selera makannya. Menurut Sutopo, alasannya yaitu lain penurunan drastis berat badannya yaitu banyaknya pantangan yang harus ditaati demi kemajuan proses pengobatan. Misal tidak makan daging merah, yang proses pengolahannya berisiko menghasilkan senyawa yang memicu pertumbuhan sel kanker (karsinogenik).

Meski merasa tidak nyaman, mual, dan ngilu, Sutopo berniat menjalani proses pengobatan dengan sebaik-baiknya. Sutopo juga berniat terus menjalankan aktivitasnya sehari-hari sebagai abdi negara, serta memberi semangat pada penyintas kanker lainnya. Sutopo bukannya tidak taat pada saran dokter untuk banyak istirahat demi pemulihan kondisi tubuh. Namun, padatnya acara membantu Sutopo tidak stres menghadapi proses pengobatan dan penurunan kondisi kesehatannya.

Selain itu, Sutopo beropini hidup terlalu berharga kalau harus dilewatkan hanya dengan rasa murung dan marah. Hidup akan terasa lebih bermakna kalau sanggup memberi banyak manfaat bagi orang-orang di lingkungan sekitar. Karya terbaik hanya sanggup diberikan bila menjalani episode kehidupan dikala ini dengan rasa nrimo dan berusaha yang terbaik.

Post a Comment

 
Top