Bi Diperlukan Tahan Bunga Pola Di Level 6%

Foto: Rengga Sancaya
Jakarta - Bank Indonesia (BI) hari ini akan mengumumkan hasil rapat dewan gubernur (RDG) bulanan. Suku bunga akan menjadi salah satu kebijakan yang diumumkan.

Ekonom PermataBank Josua Pardede memprediksi BI akan mempertahankan suku bunga pola atau BI 7 Days Reverse Repo Rate di level 6%.

"BI akan mempertahankan pada level 6%, ini mempertimbangkan stabilnya nilai tukar rupiah dalam satu bulan terakhir," kata Josua dikala dihubungi, Rabu (17/1/2019).

Dia menjelaskan ekspektasi inflasi pada tahun ini cenderung terkendali meskipun cenderung meningkat di awal tahun seiring dengan curah hujan yang tinggi yang mendorong kenaikan harga pangan namun diperkirakan akan kembali normal jelang panen raya sekitar bulan Maret-April tahun ini.

Tekanan pada rupiah dalam jangka pendek ini pun diperkirakan mereda sejalan dengan optimisme dari proses perundingan perdagangan antara pemerintah AS dan Tiongkok, serta arah kenaikan suku bunga AS tahun ini yang diperkirakan tidak lebih berangasan dibandingkan tahun lalu.

Baca juga: Dana Asing Kembali, Gubernur BI yakin Rupiah Stabil Tahun Ini

Nilai tukar rupiah cenderung stabil merespon ekspektasi bahwa bank sentral AS yang cenderung lebih dovish terhadap arah suku bunga AS (FFR) pada tahun ini mempertimbangkan ekspektasi pertumbuhan ekonomi global yang cenderung melambat sehingga mendorong masuknya kembali investasi absurd di pasar keuangan negara berkembang termasuk Indonesia.

"Rupiah terapresiasi sekitar 1,8%ytd ke level 14.135 per dollar ditopang oleh masuknya modal absurd di pasar saham sebesar $558,5juta dan kepemilikan investor absurd pada SUN meningkat sekitar $407,9juta sepanjang awal tahun 2019 ini," ujarnya.

Meskipun data ekonomi domestik pada awal pekan ini ialah neraca perdagangan cenderung membebani pergerakan rupiah, dimana defisit neraca perdagangan pada kuartal IV tahun 2018 melebar dibandingkan kuartal sebelumnya dan neraca transaksi berjalan pada 4Q18 diperkirakan kembali melebar.

Namun demikian, kinerja neraca transaksi berjalan yang memburuk tersebut diperkirakan sanggup ditutupi oleh peningkatan surplus di neraca transaksi modal sedemikian sehingga kinerja neraca pembayaran pada selesai tahun 2018 cenderung membaik ditandai dengan peningkatan cadangan devisa ditopang oleh penerbitan global bond Indonesia.

Sementara itu LPEM FEB UI dalam analisisnya menjelaskan dikala ini kondisi mendasar domestik cukup stabil, penerapan negatif Tobin Tax dan penurunan risiko eksternal maka BI perlu mempertahankan suku bunga kebijakannya bulan ini.

Hal ini sebab defisit anggaran lebih baik dibandingkan perkiraan. Meskipun terjadi pelebaran defisit transaksi berjalan tahun 2018, secara nyata telah mempengaruhi sentimen pasar dan membantu Rupiah terapresiasi ke tingkat 14.000.

Saat ini rupiah berada di antara mata uang negara berkembang yang terkuat semenjak Oktober 2018 sebab kembalinya investasi portofolio, meskipun terjadi kenaikan suku bunga Fed bulan lalu.

Baca juga: Asing Beli Bersih Rp 2 T, IHSG Bertahan di 6.425